Kamis, 23 Desember 2021

Sepi

0 komentar
Ku tarik satu kursi ke sudut ruangan ini, ku arahkan ke jendela yang meniupkan semilir angin. Ku sandarkan punggungku yang sebentar-sebentar sakit ini, renta sekali. Di luar jendela terlihat lalu lalang beberapa orang dan kendaraan yang silih berganti. Terdengar pula dentingan nyaring piring yang dibunyikan abang rujak keliling. Disauti dengan lantang suara toa dari abang tahu bulat yang juga menjual sotong.

Ramai sekali suasana di luar sana, seakan tidak memperdulikan hampa yang lama sudah ku rasa. Tak perlu kalian bersedih, aku sejak lama berteman dengan sepi, sudah sungguh-sungguh terlatih. Bahkan rasanya aku mulai menyukai hidupku yang cenderung datar ini. Biarlah, setidaknya aku tak perlu lagi pusing mencari “bagaimana agar mata tidak terlihat bengkak setelah menangis” pada tab browser di malam hari. Meski sesekali aku rindu mendengar temanku menyapa “kenapa? berantem lagi?” di ujung saluran telepon tiap ia menerima panggilan dariku dini hari.

Kembali aku perhatikan suasana di luar, semua terlihat sibuk dengan urusannya masing-masing. Tak saling memperhatikan apalagi peduli. Sepertinya benar kata tetangga, kita tak jauh hanyalah figuran untuk orang lain. Yang acap kali tak terlihat meski lalu lalang berkali-kali. Yang sering kali tak terdengar meski lantang bersuara. Yang selalu jadi opsi dan tak pernah terpilih.

Selasa, 21 Desember 2021

10 sebelum 22

0 komentar
Aku masih terjaga saat sisa hari kembali berkurang di tahun ini. Pergantiannya ku lewati masih dengan keluh yang tak berubah, lelah yang sama. Berlama-lama aku terdiam pada sajadah yang ku gelar sejak tadi, tanpa satu pun pinta yang ku langitkan. Hanya tatapan kosong dengan kepala yang isinya berantakan.

Dalam hening pergantian hari, ku rasakan ramai otak dan hati saling bekelahi. Sungguh… aku ingin membungkam semuanya untuk diam. Namun tak dapat ku lakukan dengan raga yang tak lagi bertenaga. Biarlah aku ikuti siapa yang kelak berkuasa.

“Jadi bagaimana?” ku tengahi perkelahian yang semakin menguras energiku ini.

Otakku mengalah kali ini, membiarkan hatiku memecahkan satu tangis malam ini.

Rabu, 15 Desember 2021

Still Untitled

0 komentar
Beberapa hari belakangan ini, isi kepalaku terasa penuh sekali. Entah berapa banyak ku dengar suara bersautan silih berganti, beberapa membawaku pada memori yang tak seharusnya ku ingat kembali. Dan di sini lah aku sekarang, menatapi media sosialmu yang beberapa bulan terakhir ini sudah tak pernah lagi ku kunjungi.

Membuka satu unggahan terakhirmu, terlihat wajah yang rasanya asing tapi tak asing di kepalaku. Aku sungguh masih ingat jelas raut wajahmu, namun garis sumringah senyummu saat ini tak ada dalam ingatanku. Berusaha aku cari kembali kenangan yang sudah aku buang jauh-jauh, rasanya aku memberimu setumpuk bahagia, namun mengapa tak pernah ku ingat senyum sumringahmu seperti saat ini?

Sebahagia itu kah kamu dengan hidupmu? Yang tanpa ku.

Semenyenangkan itu kah hari-harimu? Usai kepergian ku.

Sementara aku terjatuh berkali-kali menyeimbangkan hidupku tanpa mu. 

Sementara aku masih merasakan perih pada luka yang kamu beri di kepergian mu.

Sabtu, 20 November 2021

Huru Hara Hati

0 komentar
Hai, aku Sinta! Kalian masih mengingat kisahku dengan Dimas? Seperti yang sudah kalian tau, hari itu aku secara tiba-tiba mengajak Dimas membolos kelas untuk pergi berdua dengannya. Sepertinya aku gila saat itu, bayangkan dari mana asalnya keberanian itu? Seumur-umur aku hidup, ini adalah kali pertama aku mengajak teman lawan jenisku berpergian hanya berdua ditambah mengajaknya bolos kelas.

Hari itu, aku dan Dimas memutuskan untuk pergi ke salah satu mall di Bogor dengan menggunakan kereta api dan sepertinya ini adalah hal yang tepat, karena aku bisa mendengarkan banyak cerita dari Dimas selama di perjalanan. Aku tidak pernah menyangka Dimas yang sudah satu semester aku perhatikan terlihat diam dan cool memiliki frekuensi humor yang sama denganku. Sungguh aku masih ingat sekali satu tebak-tebakan garingnya...

"Sin, tau gak apa bedanya anak gajah sama anak jerapah?" Tanya Dimas dengan wajah yang cukup serius saat itu.

"Bentuknya gak sih? Gajah kan bulet, Jerapah tinggi." Jawabku tidak kalah serius.

"Salah." 

"Lehernya? Leher gajah kan pendek, leher Jerapah panjang." Aku masih dengan jawaban seriusku.

"Salah, nyerah gak?" Tanya Dimas

"Yaudah nyerah, apa jawabannya?"

"Orang tuanya." Jawabnya sambil tertawa.

Aku yang mendengar jawabannya ingin sekali rasanya pulang dan meninggalkan Dimas sendirian. "Bodo ah, Dim. Gue kira serius." 

"Yah Sin, kalau mau serius mah tadi kita gak usah bolos, ikut mata kuliah aja dijamin serius dengerin dosen kan?" Jawabnya yang membuatku tertawa.

Sesampainya di salah satu Mall di Bogor, kami memutuskan untuk makan terlebih dahulu di salah satu resto ayam siap saji. Kalian tau kan kalau bagian kulit crispy di ayam adalah salah satu harta yang paling berharga? Dan kalian harus tau kalau Dimas dengan suka rela tanpa paksaan memberikannya kepadaku!!! Rasanya aku langsung ingin pulang dan meminta ijin Ayah untuk menikah setelah wisuda dengan Dimas. Sulit sekali rasanya membawa pikiranku untuk tidak mengkhayal terlalu tinggi saat itu. 

Setelah kenyang, kami segera menuju bioskop untuk membeli tiket film yang sudah kami tentukan "My First Love" film romantic comedy yang bercerita tentang perjalanan kisah sepasang kekasih yang menyenangkan, lucu tapi sayangnya harus berakhir karena terpisah oleh jarak. 

"Sin, kalau lo jadi pemeran cewek tadi gitu, lo tetap bertahan LDR aja atau engga?" Tanya Dimas

"Kayaknya bertahan deh, Dim. Pasangannya manis gitu. Kalau lo gimana?"

"Gue juga kayaknya bertahan deh kalau cuma LDR beda Kota. Ini kita aja satu kota ketemunya udah kayak LDR seminggu sekali." Jawabnya dengan nada datar sekali namun berhasil membuat hatiku huru-hara.

APA MAKSUDNYA???

Minggu, 14 November 2021

Untitled 2.0

0 komentar

There's always rainbow after the rain.

Selalu saja seperti itu yang mereka katakan acap kali kukeluhkan semua yang terjadi. Selalu saja mereka gantungkan kembali harapan-harapan yang sudah hanyut bersama semangatku dengan kata-kata pemanis. 

Sabar, nanti akan ada kebahagiaan buat kamu.

Mereka bilang.

Rasanya ingin sekali aku jawab dengan satu kata "KAPAN?" namun nyatanya aku terlalu lelah untuk bertanya pertanyaan yang tak memiliki jawaban pasti. 

Aku bahkan sering memikirkan kebahagiaan sebahagia apa yang akan datang hingga saat ini aku harus bertahan dengan semua lebam di hatiku, dengan sisa-sisa kekuatan di tulangku yang perlahan-lahan meremuk? Layakkah aku tunggu?

Bagaimana jika "nanti" tidak pernah benar-benar ada untukku?

Bagaimana jika "kebahagiaan" tidak selayak sabarku?

Mengapa harus "nanti" yang kudapatkan? Tidakkah "sekarang" layak aku dapatkan? 

Mengapa baru hanya "akan"? Tidakkah "pasti" layak aku terima?

Bisakah dijelaskan? Jika tidak, bisakah diam sementara dan mendengarkan semua keluhku saja?

Senin, 04 Oktober 2021

Untitled

0 komentar

Delapan puluh delapan hari menuju pergantian tahun. 

Tahun ini rasanya waktu berjalan begitu sangat cepat, berbanding terbalik dengan hidupku yang rasanya masih jalan di tempat. Tidak banyak cerita menarik yang terjadi. Tidak banyak perubahan di diri ini. Bahkan rasanya tidak ada hal yang bisa ku banggakan, selain dari aku masih mampu "hidup" tahun ini.

Kalau diingat-ingat, tahun ini tak terasa begitu berat tapi rasanya tahun ini aku memilih menyerah pada banyak hal. Pun rasanya tak banyak kehilangan yang terjadi, tapi entah rasanya aku begitu jengah dengan sabar dan ikhlas yang menjadi nasihat mereka berkali-kali. 

Di sisa-sisa hari yang harus aku lalui tahun ini, aku sudah menurunkan harapan-harapan yang pernah aku gantungkan. Aku rasanya juga ingin menarik kembali banyak pinta yang sempat aku langitkan. Sedikit lelah, juga rasanya tak ada lagi asa yang tersisa. 

Sudahlah... sisanya mungkin memang harus aku lalui tanpa banyak kata.

Senin, 08 Maret 2021

A Month After Breakup

0 komentar
“Aku boleh dipeluk dulu gak?” Tanyaku saat ia sedang bersiap untuk pulang. Tanpa menjawab apapun ia membalas pelukanku. 

“Kita kapan lagi ketemu?” Tanyaku kembali.

“Minggu depan, ya.” Jawabnya tanpa keraguan. 

Aku melepaskan pelukanku untuk membiarkannya pulang karena malam sudah semakin larut. Nope, aku tidak pernah meminta pelukan darinya sebelum-sebelumnya. Ini adalah permintaan pertamaku yang ternyata benar-benar menjadi peluk perpisahan kami. 

Aku tidak pernah mengira bahwa dalam waktu semalam, semua bisa begitu drastis berubah. Aku tidak pernah mengira bahwa rasa kami bisa begitu cepat menguap. Aku tidak pernah membayangkan bahwa tidak ada lagi sapa pagi darimu untuk esok hari. 

A month after breakup, 
Kamu tau apa yang menyedihkan? Bahwa aku masih terbangun dengan ingatan hangat pelukmu.

A month after breakup, 
Kamu tau apa yang menyakitkan? Bahwa aku tidak sempat menghapus ingatan kita akan bertemu di minggu selanjutnya.

A month after breakup,
Kamu tau apa yang begitu aku harapkan? Bukan, bukan kenyataan bahwa aku dan kamu dapat kembali menjadi kita. Tapi kesempatan untukku mempersiapkan perpisahan ini. Aku bahkan tidak sempat untuk mengganti ingatan terakhirku tentangmu. Aku bahkan tidak sempat untuk menghapus harapku kepadamu.

A month after breakup,
Kamu tau apa yang menyebalkan? Bahwa aku tidak dapat meyakinkan diriku sendiri untuk segera melupakanmu. 
 

cinderlila's diary Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template