Sabtu, 08 Februari 2014

Hai, @ajeng_yf

0 komentar

Teruntuk ajeng yang engga lagi pacaran dan nemenin sahabatnya mamam esklim,

Hahahaahaaaha :)))) jangan syiok gitu ya dapat surat cinta dari gue, nanti esklimnya belantakan.

Um.... gue bingung sih ini mau nulis apa. Karena obrolan kita selalu absurd dan kadang makna cinta juga absurd, jadilah surat cinta ini mendarat di tab mention lo *padahal yang ngirim lagi mamam esklim di samping lo. Oke, sekarang serius.

Engga kerasa ya, udah hampir tahun kedelapan kita temenan, sahabatan, saudaraan kayak gini. Walau pas umur delapan tahun, gue masih asik naik delman dan lo udah berkeliling dataran eropa, engga ada yang nyangka kalau delapan tahun lalu kita ketemu dan berakhir semesra ini, mamam esklim berduaan. Semesta hebat!

Karena siapa sangka, lo, cewek tulen yang (DULUNYA) pendiem ini bisa betah jadi sahabat gue, cewek grasak-grusuk yang super bawel ini selama delapan tahun. Selama tiga tahun satu kelas dan selama itu jadi temen sebangku, ternyata masih belum cukup puas untuk ngukir cerita pertemanan kita. Walau harus beda kampus dan ketemu banyak teman baru, kita tetap ber-ada-gula-ada-semut-an.

Buat orang lain, mungkin delapan tahun engga ada apa-apanya. Tapi, buat kita, mungkin tepatnya gue, itu berarti banget. Karena selama delapan tahun ini, banyak banget hal yang dibagi satu sama lain, banyak pelajaran yang selalu bisa gue ambil dari cara lo bersikap. Terima kasih banyak, Jengs.

Lo masih ingat surat satu tahun lalu? Di sana tertulis, "Jengs, sesekali lo dong yang marah dan ngambek. Jangan gue terus." Dan tulisan itu gue sesali. Entah beberapa waktu lalu, kita itu kenapa. Tapi, dari delapan tahun ini, beberapa waktu lalu itu lah yang terburuk buat gue. Kalau orang lain mudah untuk bilang "yaudah sih, lo cari aja teman baru." Buat gue gak semudah itu, Jengs. Dan lo pasti tau, hati gue sangat 'pemilih' dalam berteman. Dan gue luar biasa lega, ketika inbox gue terisi pesan "dalila ketemu dong sebentar, mau cerita."

Jengs, terima kasih ya sudah menjadi sahabat yang begitu setia, yang selalu dengan mudah mengiyakan saat gue minta ketemu hanya untuk sekedar menyeka air mata gue. Terima kasih sudah menganggap gue seperti saudara sendiri. Terima kasih untuk delapan tahun yang sangat menarik. Kelak, gue akan mampu meyakinkan anak gue kalau seorang sahabat itu pasti ada.

Jangan ragu untuk bercerita, kapanpun itu, selama gue mampu pasti gue akan selalu menjadi pendengar yang baik. Karena menjadi sahabat yang baik buat lo adalah satu hal yang akan selalu dengan senang hati gue lakuin.

With love,
Dalila.

*Ps: Terima kasih karena sudah bersedia nemenin gue mamam esklim hari ini. :9

Jumat, 07 Februari 2014

Kepada Perokok

0 komentar

7 Februari 2014

Dear Perokok,

Sebelumnya, surat ini ditulis bukan untuk menggurui atau menasehati. Surat ini surat cinta, untuk tubuh yang kalian korbankan, untuk hilangnya kebahagiaan orang yang kalian sayang hanya karena sesuatu yang kalian cinta melebihi hidup kalian sendiri; rokok.

Hari ini bertepatan dengan ulang tahun ibu saya. Seharusnya ia berbahagia hari ini. Seharusnya kami merayakan dengan penuh suka cita hari ini. Seharusnya kami berpesta hari ini. Seharusnya. Kalau saja dokter tak memvonis salah satu dari keluarga saya terkena penyakit yang disebabkan oleh sesuatu yang kalian cintai; rokok.

Di hari ulang tahunnya, ibu saya harus berusaha untuk tetap kuat agar mampu untuk tetap menguatkan. Kebahagiaanya seketika runtuh hari ini. Kebahagiaan saya juga. Rokok, sesuatu yang sudah saya benci sejak dulu, hari ini meruntuhkan kebahagiaan kami.

Walau saya benci sampai mati dengan rokok, tapi banyak dari anggota keluarga saya perokok. Rasanya, sedih dan sangat kecewa. Saya membenci sesuatu yang begitu dicintai oleh banyak dari mereka yang sangat berarti bagi saya. Dan hari ini, rokok mencederai kebahagiaan kami. Ia meluluhlantahkan kesehatan salah satu keluarga saya.

Hari ini, salah seorang yang sangat berarti bagi saya harus divonis tumor tenggorokan. Sudah beberapa minggu ini, beliau lemas dan beberapa kali mengeluarkan darah ketika terbatuk. Suaranya sangat serak. Dan hanya mampu menelan makanan lunak. Beliau, memang perokok berat, walau sudah berhenti beberapa bulan ini. Tapi ternyata, terlambat. Tumor tersebut sudah terlanjur ada. Beliau hanya bisa menyesali.

Melalui surat ini, saya bukan ingin dikasihani. Saya hanya ingin kalian tidak merasakan hal yang sama. Ketika kalian merasakan hal tersebut, sesungguhnya bukan hanya kalian yang tersakiti, bukan hanya kalian yang menyesali dan bukan hanya kalian yang harus tetap kuat dan ikhlas menjalani. Tapi, ada banyak, orang yang menyayangi kalian sepenuh hati, ikut tersakiti hatinya. Menyesali begitu dalam karena tak mampu menjaga kalian. Mereka pun harus berusaha kuat untuk bisa menguatkan kalian.

Maka, sebelum semuanya terjadi, cobalah untuk berhenti. Tak mudah memang, tapi bukan berarti sulit. Jika memang kesehatan diri sendiri tak lagi berarti untuk kalian, maka haruskah kalian juga menyakiti mereka yang kalian cintai? Perlahan tapi pasti. Karena pasti, tetap bersama dengan mereka yang kita cintai dalam keadaan sehat adalah kebahagiaan sejati. Sungguh, mampu untuk tetap tertawa bersama dalam keadaan sehat adalah penghilang stress paling ampuh.

Salam,
Dalila.

Kamis, 06 Februari 2014

Surat Cinta Untuk Hati

0 komentar

Kepada Hati,

Hei, dimana kamu? Masihkah berada di tempat semula? Jika iya, mengapa diam saja? Mengapa tak bekerja? Ah, aku rindu gejolak-gejolak yang kau stimulasikan pada hidupku. Sulitkah untukmu merasakan lagi gejolak itu? Atau masihkah kamu marah padaku karna tak kunjung membiarkannya pergi?

Jika iya, maka maafkan aku. Bekerjalah kembali. Jangan biarkan rasaku mati. Kini aku tak akan lagi melarangmu dalam memilih siapa yang akan menjadi penghunimu. Pilihlah siapapun yang kamu suka. Namun, jangan gegabah. Aku tak rela melihatmu kembali terluka.

Tertanda,
Pemilikmu.

Selasa, 04 Februari 2014

Surat Balasan Satu Tahun Lalu

0 komentar

Assalamulaikum, wanitaku...

Suratmu satu tahun lalu telah aku terima. Sebelumnya maafkan aku untuk tiga hal; pertama, karena tak juga memberitau dimana letak keberadaanku. Kedua, karena hal itu membuatmu kesulitan ketika mengantarkan suratmu hingga beberapa kali diterima oleh orang yang tak tepat. Ketiga, karena aku menuliskan balasan satu tahun setelahnya, aku tak menyadari kedatangan suratmu kala itu.

Wanitaku,
Kabarku di sini amat baik, IA begitu baik mencurahkan rahmatnya kepadaku setiap waktu. Aku yakin, semua itu juga karena doa yang tak pernah lelah engkau panjatkan. Pagiku tak secerah milikmu, sepertinya langit tengah bersedih akhir-akhir ini, matahari pun enggan menghiburnya. Kamu rindu subuh berjamaah denganku? Bersabarlah untuk sementara waktu, kelak aku tak akan melewatkan subuh berjamaah denganmu. Yang perlu kamu lakukan sekarang, solatlah pada awal waktu, karena itu sebaik-baiknya waktu. Bukankah kamu ingin kita bertemu dalam sebaik-baiknya waktu?

Wanitaku,
Pagi ini aku masih menyantap nasi goreng buatan ibu. Aku tak sabar untuk merasakan lezatnya masakanmu. Kamu juga tak perlu ragu, aku selalu menyisipkan namamu dalam setiap dhuha ku. Karena menyebutmu dalam tiap doaku adalah hal yang selalu membahagiakan pagiku. Maafkan aku karena membiarkanmu berangkat pagi-pagi buta untuk bekerja. Kelak, ketika bersama aku akan mengantar dan menjemputmu, walau sebenarnya aku lebih menyukai kamu berada di rumah saja tapi aku tak akan melarangmu. Aku percaya kamu mampu menyeimbangkan pekerjaan dan keluargamu.

Wanitaku,
Terima kasih telah percaya untuk tetap menunggu. Aku berjanji tak akan membuatmu menyesal untuk tetap menunggu kehadiranku. Aku di sini, akan berusaha semampuku menyiapkan segala hal yang terbaik bagi kebahagiaan kita kelak.

Wanitaku,
Tak perlu ragu, kelak kita akan berjumpa dalam sebaik-baiknya perasaan. Aku tak akan mampu menyakiti hatimu. Bagaimana mungkin aku mampu menyakiti hati seseorang yang telah IA percayakan kepadaku? Bagaimana mungkin aku mampu melukai hati seseorang yang telah mempercayakan aku tuk menjadi jalan menuju surga-NYA?

Wanitaku,
Maafkan aku masih menitipkanmu pada-NYA dan kedua orang tuamu. Bersabarlah dahulu, tak perlu gegabah karena pada saatnya tiba, aku pastikan akan menjemputmu dengan gagah. Tetaplah mendambaku dalam doa. Sampaikan salamku untuk kedua orang tuamu, katakan padanya, aku akan menjemputmu pada sebaik-baiknya waktu.

Dengan penuh rindu,
Calon imammu.

Selamat Dua Empat!

0 komentar

Tanggal empat bulan dua,

Untuk yang kedua puluh empat.

Hari ini mungkin untuk sebagian orang, biasa saja tak ada sesuatu yang spesial. Untukku tidak. Jika diperhatikan, hari ini semuanya serba dua dan empat. Tanggal empat bulan dua tahun dua ribu empat belas, surat cinta ke empat di bulan ke dua. Tak hanya tanggal, surat cinta ini juga ditujukan untuk dua orang yang begitu spesial yang telah melalui dua puluh empat tahun paling bahagia bersama; Mama & Ayah.

Selamat hari pernikahan yang kedua puluh empat tahun!

Hari ini pasti menjadi hari yang begitu spesial untuk kalian berdua. Melewati dua puluh empat tahun bersama aku yakin bukan perkara mudah. Berhasil menyatukan isi dua kepala yang berbeda untuk tetap beriringan bersama selama dua puluh empat tahun adalah sesuatu yang begitu indah pastinya. Bagaimana rasanya melewati dua puluh empat tahun bersama? Sebahagia pemikiranku, kah?

Semoga iya. Walaupun tidak, biarkanlah jawabannya iya. Agar aku pun mampu untuk tetap percaya bahwa cinta sejati memang ada. Bahwa dia yang kelak tetap setia walau usia tak lagi muda bukanlah isapan jempol semata.

Tapi, aku yakin jawabannya pasti iya. Buktinya, setiap duka yang berbalut luka mampu kalian ubah menjadi suka. Walau nyatanya memang tak mudah, tapi kalian tetap percaya.... bahwa cinta memang seharusnya berjuang bersama.

Selamat dua puluh empat tahun...
Tetaplah saling menjabat walau ragu kadang menyeruak begitu dahsyat.
Tetaplah saling menatap walau letih kadang menyapu segala harap.

Tetaplah bersama untuk merayakan dua puluh empat tahun yang kedua!

Ditulis dengan penuh cinta,
Gadis kecilmu.

Minggu, 02 Februari 2014

Tsurhat Cinta Untuk Bapak Walikota

0 komentar

Yang terhormat, Bapak Walikota.

Sebelumnya perkenalkan, pak. Saya Dalila, dua puluh tiga tahun dan sedang mencari kerja. Orang tua saya berdarah Jakarta - Sumatera, Pak. Tapi walau begitu, saya sudah lahir dan tetap tinggal di Depok sampai sudah seusia ini. Belum berencana meninggalkan Depok juga.

Bapak Walikota,
Surat ini adalah surat ketiga di #30HariMenulisSuratCinta yang diselenggarakan oleh @PosCinta. Dan surat ini untuk bapak. Bapak punya waktu senggang sekitar lima menit kan? Iya Pak, hanya lima menit saja untuk membaca surat ini.

Dear Bapak Walikota,
Hari ini saya harus berangkat pagi-pagi buta, pak. Mungkin saat saya sudah harus menggigil karena dinginnya air subuh dan sudah berdiri di depan peron stasiun, bapak masih bercengkrama dengan anak-anak bapak. Pagi ini, saya mungkin bahkan lebih pagi hadirnya dari matahari. Tapi, saya bersemangat pak. Demi masa depan lebih baik, bukan begitu pak?

Depok - Jakarta memang tidak jauh, pak. Tapi bapak tau kan hari ini hari apa? Senin pak. Sayangnya, hari ini semua serba ganas pak. Saya sudah berada di depan peron stasiun sedaritadi tapi tak juga bisa masuk ke dalam kereta pak. Sudah tiga kali saya terpental-pental oleh mereka yang tenaganya sepuluh kali lipat dari saya. Padahal saya tidak besar pak, tidak akan menghabiskan banyak ruang dalam kereta, tapi bahkan saya tidak bisa masuk. Semangat saya sedari pagi tadi pun ikut terpental-pental entah kemana pak. Sebenarnya hari ini saya ada test untuk pekerjaan, tapi kesabaran saya juga sudah diuji sebelum sampai ke lokasi. Untungnya stok sabar saya sudah diisi ulang.

Pak, saya warga Depok sedari lahir. Kartu tanda penduduk saya juga Depok. Saya menghabiskan waktu sekolah, kecuali SMA, yang juga di Depok. Saya juga menghabiskan akhir pekan di Depok pak. Bahkan ketika harus dirawat, saya juga dirawat di rumah sakit Depok pak. Saya warga Depok sejati pak. Tapi, dari semua hal yang saya lakukan di Depok, ada satu yang kurang. Iya, saya tidak bekerja di Depok.

Bapak Walikota,
Saya dan Depok menjadi saksi kehidupan masing-masing. Depok lahir ketika saya masih berseragam putih-merah, kami beda tujuh tahun. Namun, Depok berkembang begitu cepat. Pertumbuhan ekonomi pun melaju pesat, bukan begitu pak? Saya bersyukur Depok memiliki walikota-walikota yang kompeten. Jika tidak, Depok tidak akan berkembang pesat seperti ini. Namun, dari semua itu, warga Depok masih banyak sekali yang bekerja di Ibukota. Untuk itu, bisakah bapak menyediakan lapangan pekerjaan lebih banyak untuk saya? Tidak tidak, lebih tepatnya untuk orang-orang seperti saya.

Kelak saya akan menjadi istri dan ibu untuk anak-anak saya. Saya tidak dapat membayangkan jika harus meninggalkan mereka pagi-pagi buta untuk mencari uang yang hanya mampu untuk membelikan satu dua buah mainan. Lalu akan sampai di rumah ketika mereka sudah terlelap. Tapi tidak akan seperti itu kejadiannya jika saya dapat bekerja di Depok, pak. Saya bisa berangkat kerja setelah menyajikan sarapan untuk mereka, sepulang kerja masih dapat membantu mereka mengerjakan pekerjaan rumah lalu bercanda bersama dan tentunya saya masih mampu membelikan mereka satu dua buah mainan.

Sebelum surat ini bertambah panjang, baiknya saya harus mengakhiri surat ini karena bapak pasti akan sangat sibuk mengurusi setiap aspek di Depok. Semoga bapak bisa memikirkan kembali harapan saya tadi. Surat ini saya akhiri dengan doa agar bapak tetap selalu amanah menjalani tugas bapak. Saya yakin bapak tidak akan mengecewakan kepercayaan saya dan warga Depok lainnya. Saya juga berdoa semoga kita semua akan semakin ramah kepada lingkungan Depok yang sepertinya sangat cepat menua dari usianya, saya khawatir Depok akan jatuh sakit. Bagaimanapun, Depok adalah rumah untuk saya. Ke kota manapun saya pergi, Depok masih yang ternyaman untuk saya. Saya percayakan Depok kepada bapak. Semangat!

Salam hormat,
Saya.

*Ditulis sambil terjepit-jepit di kereta.

Sabtu, 01 Februari 2014

Dear February

0 komentar

Dear February,

January telah berlalu, dan hari ini adalah hari pertama kedatanganmu. Setelah tiga puluh satu hari melalui suka duka bersama January, kini hadirmu membawa sejuta harap baru bagiku. Karena mereka bilang, kamu adalah bulan penuh cinta.

Hari ini pun ada banyak harap yang mereka gantungkan padamu yang kubaca dalam lini masaku. Sebagian mereka berharap cinta yang baru, sebagian lagi berharap cinta yang lama tak cepat berlalu. Aku ada dalam opsi pertama. Entah mengapa aku masih terpaku dalam cinta yang sama begitu lama.

Jengah. Namun rasanya tak ingin beranjak dari sana. Entah memang ia yang begitu indah, atau memang aku yang tak mengerti caranya berpindah. Yang aku tau, cinta memang semestinya tetap berlama-lama dengan dia, yang tetap sama. Sampai tiba saatnya, waktu yang menghentikan semua.

Dear February,

Jika tak mudah untukmu menghadirkan cinta yang baru bagiku, sudikah engkau membuat seseorang yang sudah selama ini aku tempatkan pada kasta hati tertinggi untuk sekedar menyadari? Namun, tak perlu terlalu dipaksa. Karena cinta seharusnya kebebasan paling nyata.

Jika memang tak mudah juga menyadarinya, bisakah engkau berkompromi dengan waktu untuk menghentikan segala gejolak hati? Karena cinta nyatanya tak bisa hanya dari satu sisi.

 

cinderlila's diary Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template