Selasa, 21 Januari 2014

Pria Sabtu Minggu

0 komentar

Dear Pria Sabtu Minggu,
Ingatkah kamu beberapa waktu lalu, kita bertemu di depan sebuah pintu. Tanpa tegur atau senyum, kita saling tersipu malu. Beberapa kali mata bertemu namun tak jua kamu tau siapa aku, pun begitu denganku.

Dear Pria Sabtu Minggu,
Tak sadarkah kamu dengan letak dudukmu yang selalu di depanku? Aku pun tak tau mengapa selalu berada di belakangmu. Dan selama itu, aku tergugu-gugu melihat punggungmu yang seakan membeku. Beberapa jam berlalu namun waktu tak jua mampu mencairkan suasana yang sedaritadi kaku.

Dear Pria Sabtu Minggu,
Pagi ini entah sudah menjadi yang keberapa minggu kita bertemu. Dan selama itu, hanya segurat senyum satu-satunya jawaban dari setiap tatap mata yang tak pernah disengaja. Namun tak seperti sabtu sabtu lalu dan minggu minggu itu, kali ini kamu memilih duduk satu bangku di sampingku. Seketika degup jantungku seakan berpacu mengalahkan bom waktu.

"Siapa namamu?" Tanyamu.

Dear Pria Sabtu Minggu,
Tepat pada menit kesepuluh, kamu mencairkan waktu yang sekian lama kaku. Dan tepat pada saat itu, kamu membuat hatiku terbang begitu jauh.

Sabtu, 18 Januari 2014

Siapa Aku Untukmu?

0 komentar

"MAU KAMU APA SIH?"

Terdengar seseorang setengah berteriak dari sudut cafe ini. Dan hampir semua pengunjung, termasuk aku, yang tengah bersantai saat itu berpaling ke sumber teriakan tersebut. Ternyata seorang wanita, di depannya terlihat pria yang tengah terduduk diam, seperti sedang menahan sedih yang begitu dalam. Ia bahkan tak meminta wanitanya untuk tenang. Seperti ingin berkata, Marah lah sayang, setelahnya aku harap kamu mengerti.

***

Seketika ia meluapkan amarahnya tanpa perduli keadaan sekitarnya. Ia masih seperti ini, begitu mudah meluapkan perasaanya. Dan itulah yang membuatku begitu menyukainya.

"Mau kamu apa?" Ucapnya setengah berteriak seraya berdiri dari tempat duduknya.

Sontak semua pengunjung mengarahkan perhatiannya kepada kami. Aku hanya bisa diam dalam posisiku. Dibanding malu karena kini kami menjadi perhatian semua pengunjung, aku lebih malu terhadapnya. Aku paham sekali perasaanya, kecewanya pasti begitu dalam.

Aku tatap wajahnya dan seketika air mata deras mengalir di wajah mungilnya. Bahkan ia masih begitu cantik. Tenanglah sayang, duduklah terlebih dahulu. Hatiku berbicara.

Seakan mendengar hatiku berbicara, seketika itu pun ia kembali duduk. Aku genggam tangannya, namun air matanya menjadi semakin deras.

***

Aku kembali memalingkan pandanganku dari sejoli tersebut. Tak ingin begitu lama memperhatikannya, karena pasti mereka pun tak ingin menjadi bahan perhatian seperti itu. Namun karena posisiku tak jauh dari mereka, suara mereka masih dapat dengan jelas aku dengar.

Maksud hati untuk menghibur diri setelah suntuk dengan rutinitas sepanjang minggu, aku malah menjadi saksi pertengkaran sepasang kekasih. Hatiku berbicara sembari menertawakan diri sendiri.

Aku pun melanjutkan kegiatanku, aku kembali fokus dengan tulisanku. Berusaha melanjutkan untuk mengundang inspirasi yang pergi karena kegaduhan tadi.

"Kenapa kamu memilih pergi saat aku berusaha meyakinkan diriku untuk berusaha tetap bersamamu?" Dengan jelas pertanyaan tersebut terdengar di pendengaranku. Aku pikir itu adalah bisikan inspirasi, namun lagi-lagi sepasang kekasih tadi. Aku pun spontan memalingkan pandanganku kepada mereka lagi, seraya membuang nafas panjang.

***

"Kenapa kamu memilih pergi saat aku berusaha meyakinkan diriku untuk berusaha tetap bersamamu?" Kali ini ia bertanya dengan lembut. Namun pertanyaannya begitu menghujam hatiku amat dalam. Aku tidak tau harus menjawab apa. Segala usahaku untuk membuatnya benci kepadaku seakan berbalik kepadaku, seketika aku membenci diriku sendiri.

"Aku hanya ingin tidak ada lagi yang tersakiti. Apa kamu yakin kita akan tetap bahagia di saat orang di sekitar kita tersakiti hatinya?" Tanyaku dengan nada yang tidak tergesa-gesa.

"Dan kamu dengan yakin menyakiti hatimu sendiri." Jawabnya.

Jawabannya seakan membuat otakku berhenti berkerja. Mengapa ia menjadi begitu pandai meluluhlantahkan keyakinanku? Tanyaku sendiri.

"Sejak kapan hakikat cinta menjadi rela menyakiti diri sendiri?" Tanyanya lagi.

Aku semakin terdiam. Entah apa yang harus aku jawab.

"Silahkan lakukan keinginanmu itu. Jika kamu yakin memang tidak ada yang tersakiti. Sebelumnya, tanyalah pada hatimu, siapa aku untukmu? Dan lihatlah bagaimana keadaan hatimu setelah mengetahui jawabannya." Ucapnya lembut namun dalam.

Ia pun pergi dan menembakkan kembali segala peluru yang sedaritadi sudah berusaha aku tembakan kepadanya untuk membenci diriku. Kini, aku begitu membenci diriku sendiri.

***

Wanita itu pergi meninggalkan prianya yang masih terduduk diam. Aku yang memperhatikan mereka pun ikut terdiam karena pertanyaan terakhirnya. Siapa aku untukmu? Dan lihatlah bagaimana keadaan hatimu setelah mengetahui jawabannya. Pertanyaan tersebut seakan membawaku kembali pada beberapa waktu lalu.

Sabtu, 11 Januari 2014

Shocking!

0 komentar

Ketika postingan blog minggu lalu bertema tentang obrolan mengenai pernikahan, rumah, dan apapun itu yang berhubungan dengan masa depan. Pagi ini, dikejutkan karena keisengan buka facebook dan terpampang beberapa foto yang....... yang..... yang..... mengejutkan! Ya gimana gak mengejutkan, kalau pacarnya mantan tiba-tiba ngeposting foto lamaran. ("--)/|| ya walau emang salah sendiri nge-accept friend requestnya. *sigh*

Kaget dan super terkejutnya itu bukan karena masih ada rasa berbunga-bunga di sini *nunjuk hati sendiri*, terus tau-tau dia ngelamar orang lain, bukan. Tapi lebih ke..... engga nyangka. Dia yang dulu, engga sama sekali bertindak sedewasa itu, yang walau sudah kenal semua keluarganya tapi dia gak pernah berani nyusun mimpi itu, dan bahkan engga pernah berani untuk hanya sekedar berbicara, mengobrol tentang hal seserius itu.

Lalu, sekarang, dengan nyata foto-foto itu terpampang. Dan lo lihat. *sigh*

Dan, ternyata benar. Akan datang seseorang yang mampu membuat lo berubah. Yang mampu membuat lo berani melakukan hal besar hanya karna takut kehilangan seseorang itu. Akan datang dia, seseorang yang menjadikan lo berani merealisasikan mimpi yang bahkan dulu gak pernah lo pikirkan. Pada saatnya, akan datang seseorang itu.

Jika berbicara dengan kasus, gue yang masih punya perasaan, hal ini mungkin bakal pahit sekali untuk diterima, karna hanya dengan beberapa bulan, dia mampu yakin. Tidak seperti bertahun-tahun saat masih bersama gue.

Tapi, sekarang kasusnya beda. Walau engga munafik, karena gue tetap shock. Tapi, ada perasaan lega bahkan bahagia mengetahuinya. Lega karena seseorang yang dulu super kekanak-kanakan, sekarang mampu bertindak dewasa. Bahagia karena sekarang gak perlu lagi khawatir kalau-kalau dia sakit hati.

Dan akhirnya.......

Selamat berbahagia! ^^

Minggu, 05 Januari 2014

Time Flies So Fast

0 komentar

Minggu pertama di tahun 2014 ini, masih sama seperti minggu-minggu sepanjang 2013; masih hanya dilewati dengan berkumpul bersama keluarga atau teman-teman terdekat. Hanya dengan seperti itu pun, sudah terasa begitu menyenangkan. Bersama mereka, rumitnya rutinitas sepanjang bekerja terlupakan. Dan waktu begitu cepat ketika tengah berkumpul bersama mereka.

Berkumpul, bercerita tentang apa saja, mulai dari setumpuk pekerjaan yang kadang membuat emosi turun naik, begitupun perjalanan menuju kantor yang cukup membuat badan letih, dan yang tidak pernah terlupa yaitu tentang kesukaan yang memang sama. Seperti itu saja, dapat membuat kita lupa waktu.

Namun, entah sejak kapan, ada obrolan-obrolan baru yang terselip. Dengan siapapun itu, rasanya obrolan ini kerap kali aku perbincangkan. Entah siapa yang memulai, kami bisa asik sendiri membahas hal ini. Seakan menerawang ke dalam masa depan melalui lorong waktu impian.

Mungkin, karena memang usia kami yang tidak lagi belasan, obrolan ini pun sepertinya memang sudah layak kami pikirkan matang-matang realisasinya. Tentang bagaimana kami mampu menyelenggarakan resepsi pernikahan sesuai dengan impian kami. Tentang bagaimana kelak kami mampu menyediakan "surga"--yang kami sebut rumah--untuk anak-anak kami. Tentang bagimana kelak kami memberikan pendidikan berkualitas untuk anak-anak kami. Dan semuanya akan berujung kepada, bagaimana kami mampu memiliki penghasilan untuk mencukupi semua itu.

Aku sendiri tidak menyangka, obrolan ini menjadi obrolan yang kerap kali kami perbincangkan. Beberapa tahun yang lalu, aku bahkan tidak pernah benar-benar perduli. Namun waktu membawa kami begitu cepat.

Secepat itu, aku rasa, aku pun harus berjuang melawan waktu untuk mewujudkan satu persatu obrolan itu. Entah bagaimana caranya. Ah, mungkin dengan tidak bermain-main dengan waktu dan kesempatan yang ada, salah satunya.

Dari semua obrolan dan pemikiran tersebut aku berharap, seseorang yang kelak menjadi partner untuk mewujudkan semua itu juga sudah memiliki pemikiran yang sama. Bahkan harusnya sudah perlahan berjuang mewujudkannya. Perlahan namun pasti. Kelak, aku akan menjadi penyemangatmu dan kamu akan menjadi penenangku, untuk mewujudkan semua itu.

 

cinderlila's diary Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template