Minggu, 21 Januari 2024

Bercerita Tentangmu

0 komentar

Satu tahun sejak pertemuan pertama dengannya, untuk kali pertama aku bercerita tentangmu. 

Tentang seseorang yang kehadirannya tak pernah kusangka.

Yang dihadirkan Tuhan sesaat setelah aku berhasil merapihkan kembali satu per satu kepingan hatiku yang pecah berantakan. 

Sesaat setelah aku tak lagi mempertanyakan pada Tuhan mengapa tak juga datang giliranku. 

Sesaat setelah aku kembali mampu mensyukuri setapak demi setapak jalan hidupku.

Tak pernah kusangka, bersamanya hatiku terasa begitu ringan. 

Tak pernah kusangka, bersamanya langkahku tak terasa mengerikan. 

Tak ada yang terasa menghawatirkan, bersamanya aku merasa aman.

Seperti kembali pulang ke rumah setelah perjalanan yang begitu melelahkan.

Hangat.

Nyaman.

Menyenangkan.

Bersama kehadirannya Tuhan menyelipkan pelajaran;

Bahwa Ia mendengar segala pinta yang kulantunkan.

Bahwa Ia menjawab semua yang kupertanyakan.

Bahwa waktu-Nya kan selalu sesuai pada kesiapan.


Kamis, 27 Oktober 2022

Spesialis Terjatuh

0 komentar

“Kenapa lagi?” Tanya ibu khawatir melihatku jalan tertatih seraya menutup beberapa luka yang jumlahnya melebihi tanganku yang hanya dua ini.

“Jatuh.” Malas sekali rasanya menjelaskan detail penyebabnya. Mungkin lelah lebih tepatnya. 

“Iya, jatuh kenapa? Kok bisa?” 

Aku terdiam tak menjawab. Rasanya jika saja kutau mengapa bisa, mungkin aku tak akan melewati jalan itu. Jalan yang aku kira hanya akan dipenuhi dedaunan warna-warni.

“Kenapa? Kok bisa?” Tanya ibu lagi, mungkin ia kira aku tak mendengar pertanyaannya.

“Entahlah. Mungkin salahku berjalan terlalu tergesa.” Jawabku sekenanya.

Aku amati lagi luka-luka yang kudapati kini, beberapa ternyata berada di tempat luka yang sama. Yang sebelumnya ku kira telah terobati dengan sempurna kini kembali menganga. Perihnya terasa sedikit lebih dalam. Yang dapat kupastikan sembuhnya tak kan secepat yang sebelumnya.

“Gak apa, nanti sembuh lagi.” Hibur ibu memberikan antiseptik dan beberapa plester yang kubutuhkan.

“Maaf ya, kalau ibu tau jalan itu berbahaya ibu gak akan meminta kamu mencoba meleawatinya terlebih dulu.” Katanya lagi.

“Iya, gak apa bu.” Balasku sambil kembali mengingat jalan yang baru saja kulalui itu. Memang siapa yang akan kira kalau aku akan kembali terluka di jalan yang terlihat indah itu. Jalan yang aku kira berbeda, nyatanya sama saja.

Namun tak kupungkiri, memang sepertinya salahku juga berjalan begitu tergesa sampai tak kusadari sekitarku telah berbeda, bahwa yang gugur tak hanya sekedar daun tapi juga ranting-ranting tajam yang membuat langkah kakiku terjungkal. Dan jatuhku semakin parah ketika aku telat menyadari bahwa ternyata tongkat alat bantu jalanku sudah terlebih dulu patah dan terlepas dari genggaman.

“Bu, aku gak mau coba jalan lagi ya. Meski nanti lukaku sembuh, aku mau di sini aja ya sama ibu.” Ucapku sambil mengusap beberapa tetes darah yang masih tersisa.

Ibu tak menjawab dengan kata namun memelukku begitu erat.

Kamis, 23 Desember 2021

Sepi

0 komentar
Ku tarik satu kursi ke sudut ruangan ini, ku arahkan ke jendela yang meniupkan semilir angin. Ku sandarkan punggungku yang sebentar-sebentar sakit ini, renta sekali. Di luar jendela terlihat lalu lalang beberapa orang dan kendaraan yang silih berganti. Terdengar pula dentingan nyaring piring yang dibunyikan abang rujak keliling. Disauti dengan lantang suara toa dari abang tahu bulat yang juga menjual sotong.

Ramai sekali suasana di luar sana, seakan tidak memperdulikan hampa yang lama sudah ku rasa. Tak perlu kalian bersedih, aku sejak lama berteman dengan sepi, sudah sungguh-sungguh terlatih. Bahkan rasanya aku mulai menyukai hidupku yang cenderung datar ini. Biarlah, setidaknya aku tak perlu lagi pusing mencari “bagaimana agar mata tidak terlihat bengkak setelah menangis” pada tab browser di malam hari. Meski sesekali aku rindu mendengar temanku menyapa “kenapa? berantem lagi?” di ujung saluran telepon tiap ia menerima panggilan dariku dini hari.

Kembali aku perhatikan suasana di luar, semua terlihat sibuk dengan urusannya masing-masing. Tak saling memperhatikan apalagi peduli. Sepertinya benar kata tetangga, kita tak jauh hanyalah figuran untuk orang lain. Yang acap kali tak terlihat meski lalu lalang berkali-kali. Yang sering kali tak terdengar meski lantang bersuara. Yang selalu jadi opsi dan tak pernah terpilih.

Selasa, 21 Desember 2021

10 sebelum 22

0 komentar
Aku masih terjaga saat sisa hari kembali berkurang di tahun ini. Pergantiannya ku lewati masih dengan keluh yang tak berubah, lelah yang sama. Berlama-lama aku terdiam pada sajadah yang ku gelar sejak tadi, tanpa satu pun pinta yang ku langitkan. Hanya tatapan kosong dengan kepala yang isinya berantakan.

Dalam hening pergantian hari, ku rasakan ramai otak dan hati saling bekelahi. Sungguh… aku ingin membungkam semuanya untuk diam. Namun tak dapat ku lakukan dengan raga yang tak lagi bertenaga. Biarlah aku ikuti siapa yang kelak berkuasa.

“Jadi bagaimana?” ku tengahi perkelahian yang semakin menguras energiku ini.

Otakku mengalah kali ini, membiarkan hatiku memecahkan satu tangis malam ini.

Rabu, 15 Desember 2021

Still Untitled

0 komentar
Beberapa hari belakangan ini, isi kepalaku terasa penuh sekali. Entah berapa banyak ku dengar suara bersautan silih berganti, beberapa membawaku pada memori yang tak seharusnya ku ingat kembali. Dan di sini lah aku sekarang, menatapi media sosialmu yang beberapa bulan terakhir ini sudah tak pernah lagi ku kunjungi.

Membuka satu unggahan terakhirmu, terlihat wajah yang rasanya asing tapi tak asing di kepalaku. Aku sungguh masih ingat jelas raut wajahmu, namun garis sumringah senyummu saat ini tak ada dalam ingatanku. Berusaha aku cari kembali kenangan yang sudah aku buang jauh-jauh, rasanya aku memberimu setumpuk bahagia, namun mengapa tak pernah ku ingat senyum sumringahmu seperti saat ini?

Sebahagia itu kah kamu dengan hidupmu? Yang tanpa ku.

Semenyenangkan itu kah hari-harimu? Usai kepergian ku.

Sementara aku terjatuh berkali-kali menyeimbangkan hidupku tanpa mu. 

Sementara aku masih merasakan perih pada luka yang kamu beri di kepergian mu.
 

cinderlila's diary Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template