Sebagai pengguna aktif internet, khusunya media sosial twitter, pasti lah tidak asing dengan #ShamedByYou atau #ShameOnYouSBY. Hampir satu minggu dua kalimat bertagar tersebut sering wara wiri dalam linimasa saya. Dan bahkan berhasil menjadi Trending Topic World Wide. Walaupun akhirnya Twitter memutuskan untuk menghilangkan #ShameOnYouSBY dari Trending Topic.
Rasa kecewa terhadap Pemerintah yang mengubah Pilkada langsung dari rakyat menjadi Pilkada berdasarkan DPR lah asal muasal dua kalimat tersebut muncul hingga ramai diperbincangkan oleh media lokal maupun internasional.
Dan saya melalui tulisan ini, ingin sedikit membagi opini pribadi saya mengenai hal tersebut. Juga, tulisan ini tidak bermaksud untuk membela atau mendukung siapapun. Murni hanya opini saya.
Mengetahui bahwa pilkada langsung dihapuskan dan kita kembali memakai pilkada melalui DPR pun jujur saya kecewa. Karena ketika negara lain berjuang untuk bisa menerapkan demokrasi, negara saya malah memutuskan untuk mundur. Walau para pencetus hal tersebut beranggapan pilkada langsung membuang banyak anggaran dan banyak kecurangan, namun setidaknya dari sanalah masyarakat awam seperti saya belajar mengenal politik, belajar untuk mengenal siapa pemimpinnya. Ya, karena kami dituntun untuk memilih. Seharusnya, mereka memperbaiki bukan meniadakan kembali.
Saya sungguh berada dalam kubu yang kecewa. Sungguh saya kecewa dengan bapak ibu wakil rakyat yang malah merampas hak rakyat. Namun, tidak srrta merta membuat saya menyalahkan satu orang dan membuat saya beranggapan berhak untuk mencaci orang tersebut. Yaitu Bapak Presiden.
Di dalam benak saya, mungkin ini juga bukan hal mudah untuk Bapak Presiden mengambil keputusan. Beliau--yang mungkin tanpa kita ketahui--pastilah memiliki pertimbangannya sendiri. Terlebih, tidak mudah untuk mengurus suatu negara. Selama kurun waktu 10 tahun, saya rasanya sudah sering sekali melihat banyak makian dan cacian yang ditujukan untuk Bapak Presiden. Dan ketika dua kalimat tersebut menjadi Trending Topic World Wide, rasanya saya malu.
Saya tidak melarang untuk memberikan kritik, tapi rasanya kurang sopan bagi kita--warga negara--jika mencaci, memaki dan mengolok-ngolok pemimpin tertinggi di negeri ini. Apalagi melalui media sosial yang semua orang dimanapun dapat langsung mengetahui.
Ketika dua kalimat tersebut menjadi Trending Topic, saya langsung terbesit pertanyaan "Apa yang akan orang asing pikirkan terhadap negara saya?" Tidakkah itu memalukan? Jika warganya sendiri tidak menghormati pemimpinnya, akankah pihak asing menghormatinya? Akankah juga menghormati negara saya?
Saya sungguh tidak melarang kritik kritik yang timbul namun setidaknya kita dapat membedakan antara kritik dan cacian juga makian.
Dan mungkin, kekecewaan yang timbul akibat kemunduran demokrasi ini seharusnya menjadi pelajaran bagi semua, baik elit politik ataupun masyarakat awam, agar kita lebih dewasa untuk berpikir, berbicara dan bertindak. Agar kelak dapat kita nikmati hasil demokrasi yang bersih.