Sabtu, 24 Agustus 2013

Tuan Pencipta Bahagia

0 komentar
Tuan pencipta bahagia,
Izinkan aku bertanya tentang makna setia
Tidakkah engkau terlalu loyal terhadapnya?


Entah dari mana datangnya, kalimat itu terlintas dalam benakku. Tidakkah seharusnya kesetiaan adalah sesuatu yang harus di-loyal-kan jika kita menginginkan bahagia? Untukku tidak. Aku membenci setia. Ya, kesetiaanmu pada wanita itu.

Aku, yang sudah sejak beberapa waktu lalu menginginkanmu, kemudian harus berhadapan dengan kesetiaanmu terhadapnya. Tidak bisakah kamu menyingkirkannya? Lalu lihat bagaimana aku begitu menginginkanmu. Sungguh terlalu cepat untukmu memutuskan setia terhadap satu wanita. Dalam hidup, terkadang pilihan diperlukan, Tuan. Tak perlu mengikat diri dan hatimu begitu erat. Berilah kebebasan kepada hatimu, biarkan waktu menjawab semua; siapa yang sebenar-benarnya membuatmu bahagia, ketika kelak waktunya tiba.


Tuan pencipta bahagia,
Tidakkah engkau mampu memberiku kesempatan tuk ciptakan bahagiamu?

Jumat, 23 Agustus 2013

Kamu dan Mimpi

0 komentar
Jika mimpi adalah pertanda, maka mungkin mimpi adalah satu hal yang 'kan paling aku benci. Entah dalam kondisi apapun, beberapa hari ini mimpi itu selalu kamu. Perlu aku lurusi dan kamu ketahui, dibanding kamu, sekarang ini aku lebih memilih memikirkan pekerjaan yang akhir-akhir ini seperti keadaan metromini pagi hari; penuh sesak. Aku bahkan tidak pernah lagi memikirkan bagaimana bahagianya bisa berjumpa lalu berbagi tawa denganmu. 

Namun, lagi-lagi mimpi ini, yaitu kamu, selalu menghantui. Dan entah siapa orang yang pertama kali mencetuskan "jika kita bermimpi tentang seseorang, itu pertanda; kita benar-benar rindu atau sesuatu hal terjadi" rasanya aku benci mengingatnya. Karena jelas-jelas tidak ada sesuatu hal yang terjadi padamu dan kamu dipastikan baik-baik saja. Aku bahkan juga tidak merindukanmu. Ah, atau lebih tepatnya tidak berusaha untuk mengingat bahwa aku benar-benar merindukanmu.

Entah bagaimana aku, dengan otak yang sudah penuh sesak karna pekerjaan ini, masih mampu menyisipkan satu ruang untukmu. Entah bagaimana juga, kamu bisa berlama-lama di sana. Tidakkah ini terlalu lama untuk bermain sesuka hatimu? 

Jika ada yang benar-benar aku hindari akhir-akhir ini, itu adalah mimpi dan kamu.

Lihat dan Rasakan

0 komentar
Sore ini cuaca sangat bagus, langit masih saja cerah namun tidak lagi terik. Jam tanganku menunjukkan pukul tiga sore dan karena di kantor sudah tidak ada lagi yang bisa aku kerjakan, aku memutuskan untuk pulang. Beruntungnya, jam kerjaku tidak dibatasi, aku bisa datang dan pergi semauku. Seperti sekarang ini.
Daripada pulang ke rumah, yang sepi karena aku tinggal seorang diri di apartemen, aku lebih memilih untuk mampir terlebih dulu ke salah satu mall di jakarta. Jalanan sore ini belum macet, mungkin karna jam pulang kerja masih dua jam lagi. Aku membuka kaca jendala mobil, dengan kecepatan lumayan tinggi, hembusan angin menyibakkan rambut panjangku.
Seaampainya di mall, aku memilih untuk langsung ke salah satu cafe, sejujurnya aku tidak suka berjalan-jalan di mall untuk sekedar cuci mata. Aku duduk di bagian luar salah satu cafe di lantai dua. Cuaca hari ini terlalu indah untuk tidak dinikmati. Aku memesan segelas coffee dan sepotong cake, sambil asik memainkan tablet dan ditemani alunan musik dari cafe, sore ku ini indah sekali. Sampai akhirnya.......
Aku melihat seorang ibu, yang usianya mungkin sudah sekitar 50 tahun menggendong anaknya dan beberapa kantong kerupuk, sedang menyusuri pinggiran jalan. Yang membuatku tercengang adalah ibu ini buta. Ia berjalan menggunakan tongkatnya, anaknya, yang mungkin berusia enam tahun, menangis. Ibu itu menepi dan berhenti, aku dengan jelas melihat bagaimana sulitnya ia meraba pinggiran jalan untuk mencari tempat untuk duduk, sedang aku duduk nyaman di cafe ini.
Anaknya masih menangis, dan ibunya sibuk meraba ke dalam tas plastik hitam kecil yang ia bawa, kemudian ia mengeluarkan segelas air mineral dan satu bungkus roti, memberikannya pada anaknya. Habis, tidak ada yang tersisa untuk ibu itu. Sedang aku kerap kali tidak menghabiskan makananku.
Mungkin karena terlalu letih, ibu itu tidak langsung meneruskan perjalanan setelah anaknya berhenti menangis. Ia duduk dan meluruskan kaki. Sendal yang ia gunakan sudah sangat jelek. Entah bagaimana rasanya berjalan kaki dengan sendal seperti itu.
Ibu itu terlihat sibuk menghitung uangnya, entah bagaimana caranya ia bisa membedakkan uang-uang tersebut. Seusainya ia bangkit kembali, dan berlalu meneruskan perjalanan. Seakan ia tidak ingin membuang waktunya. Sedang aku di sini, sedang membuang waktuku.
Mataku masih tertuju di tempat ibu itu tadi, seketika hatiku berkecambuk. Beberapa waktu yang lalu aku masih merasa aku bahagia, namun sekarang hatiku bertanya, sudahkah aku benar-benar bahagia? Hidupku selalu berjalan mudah, sesuai dengan apa yang aku mau. Aku tidak perlu bersusah-susah berusaha, Tuhan sangat baik memberi apa yang aku ingini. Sedang ibu itu, ia berusaha sekuat tenaganya, namun tidak seberapa yang ia dapat, aku yakim bukan hal seperti itu yang selalu ia panjatkan dalam sujud dan doanya. Apa? Sujud? Doa? Entah sudah berapa lama aku tidak lagi melakukannya. Setika itu pula aku bangkit dari tempatku, sebelum airmata jatuh lebih deras.
Sesampainya di apartemen, aku menangis sejadi-jadinya. Mengingat bagaimana lancangnya aku kepada Tuhan. DIA berikan semua yang aku ingini, namun apa yang aku beri? Nihil. Jangan untuk sesama, untuk sekedar berterima kasih pada-NYA saja aku tidak lakukan. Rasanya tubuhku seketika lemas, rasanya hatiku seketika remuk, membayangkan apa yang harus aku ucapkan pada Tuhan nanti. Sudah berapa banyak orang, seperti ibu tadi, yang sudah aku bantu? Sudah berapa banyak syukur yang aku panjatkan? Dengan tertatih, aku berusaha bangkit, mengambil wudhu, lalu bersujud dalam-dalam.

Selasa, 20 Agustus 2013

Kepada Penggenggam Hati

2 komentar
Kepada penggenggam hati,


Sampai kapan aku menanti?
Tidak kah engkau rindu untuk saling mengisi?
Masih kah waktu dapat aku percayai untuk menanti?
Bagaimana kah jika ia mengkhianati?
Bisa kah engkau berjanji untuk menepati? Bahwa tidak ada hati lain yang memasukki.

Aku di sini menanti, dengan begitu banyak mimpi.
Bahwa kelak kita berjumpa lalu menyatukan hati.
Bersama-sama merajut mimpi dengan penuh cinta dari dua hati.

Selasa, 06 Agustus 2013

My Wedding Dream

0 komentar
"Every single woman has a dream about their wedding"

Pernikahan, setiap manusia pasti pernah memiliki harapan tentang bagaimana pernikahannya dilangsungkan, baik wanita ataupun pria. Sebagai wanita (semoga 1, 2 atau 3 tahun ke depan) yang juga akan melangsungkan pernikahan pun memiliki mimpi tentang bagaimana pernikahan itu dilangsungkan.

Bermimpi tentang bagaimana pernikahanku nanti, selalu menyenangkan. Mimpi tentang bagaimana pernikahan itu dilangsungkan, bukan tentang dengan siapa aku menikah. Siapapun ia, semoga kelak kami bertemu dalam sebaik-baiknya waktu dan perasaan. Semoga kelak kami adalah sebaik-baiknya pasangan untuk satu sama lain.

Pernikahanku nanti, aku harap sederhana saja. Sesederhana bagaimana kita menyatu–karenaNYA.  Pernikahanku nanti, tidak perlu dirayakan di gedung mewah nan megah, sederhana saja. Cukup di aula masjid (aku sudah punya masjid idaman untuk ini) yang designnya sudah cukup megah, untukku. Pesta resepsinya (semoga boleh) aku ganti dengan acara silahturahmi sederhana, yang tentunya tidak memerlukan pelaminan. Cukup kami (aku dan suamiku nantinya) yang menghampiri para tamu setelah prosesi akad selesai. Dan pastinya aku akan menyediakan cukup kursi untuk para tamu menikmati makanan yang dihidangkan setelah kami selesai saling bersilahturahmi.

Mengingat kelak kami yang akan menghampiri para tamu untuk bersilahturahmi, para tamu pernikahanku nanti tidak akan seramai pernikahan pada umumnya, cukup keluarga kami dan para sahabat. Dibanding berada ditengah orang banyak, aku juga lebih suka berada disekitar mereka yg menyayangiku, rasanya lebih nyaman. Oh ya, aku ingin mengundang beberapa anak kecil yang tidak lagi memiliki orang tua. Mengapa? Mama sering kali bercerita tentang bagaimana pernikahannya dilangsungkan, dan itu adalah salah satu cerita favoritku (setidaknya sampai satu hari menjelang pernikahanku. Setelahnya, kelak pernikahanku lah pernikahan favoritku) dan setiap mendengar ceritanya, aku selalu bersyukur, karena Tuhan sudah sangat baik mempersatukan mereka dan mempercayai mereka sebagai orang tuaku. Karnanya, aku ingin membagi perasaaan bersyukur karena Tuhan mempertemukan orang tua mereka (walau kini mereka tidak lagi memiliki orang tua).

Untuk busana yang akan kami gunakan, aku ingin mengenakan kebaya, rok span dan hijab berwarna putih dengan perpaduan silver. Calon suamiku nanti, ia juga akan mengenakan jas dan celana dengan warna yang sama. Untuk model busananya, sederhana saja. Yang paling penting kami harus nyaman saat digunakan untuk berjalan, terutama untuk rok ku. Untuk sepatunya, aku ingin menggunakan high-heels berwarna silver, tidak perlu terlalu tinggi, 5 atau 7 centi sudah cukup (untuk ini saja mungkin aku harus latihan berjalan jauh-jauh hari). Aku tidak ingin membawa bunga atau apapun, tanganku kelak cukup menggenggam tangan suamiku.

Dan dari semua mimpiku itu, semoga kelak ia, siapapun itu, calon suamiku, memiliki mimpi yang sama tentang bagaimana kelak pernikahan kita diselenggarakan . Agar kelak kita tidak perlu beradu agrumen ide siapa yg lebih baik (karena tentunya ideku yang lebih baik) :D

 

cinderlila's diary Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template