Minggu, 20 September 2015

Selamat Datang di Depok

1 komentar
Depok, merupakan salah satu kota strategis. Terletak di antara Jakarta dan Bogor membuat Depok berkembang dengan pesat. Depok yang sedari awal kemunculannya--301 tahun yang lalu--merupakan kota yang tak memiliki jati diri--karena memang suku asli Depok pun berasal dari beberapa suku Indonesia Timur. Mungkin karena faktor itu pula menjadikan Depok kota yang mudah sekali tertular 'virus' yang ditebarkan kota-kota disekelilingnya.

Seperti virus kemacetan yang sudah diderita Ibukota, cepat sekali menular ke kota kami ini. Padahal, dahulunya Depok merupakan kota yang damai nan asri. Kini berubah menjadi kota yang patut dihindari ditiap akhir pekan khususnya ditanggal-tanggal muda.

Sebenarnya, moda transportasi kota kami ini sangatlah mudah. Ingin bermain ke Depok? Kalian bisa menggunakan Commuterline dari Jakarta, Bogor dan Bekasi. Depok pun memiliki banyak rute bus ataupun minibus dari dan ke berbagai kota. Tak lupa, transportasi khas Indonesia angkutan kota atau angkot pun melimpah ruah di Depok. Apalagi semenjak ojek online menjadi primadona, mudah sekali dijumpai di pinggir-pinggir jalan di Depok.

Tapi sayangnya, kemudahan transportasi itu tak berarti. Karena salah satu penyakit Ibukota yang tak tersembuhkan itu, mulai menular cepat sekali. Kami butuh waktu 60 menit--bahkan lebih--untuk berpindah hanya dari jarak 10-12 kilometer. Bayangkan, betapa banyak usia yang kami buang di jalan raya! Hahahaha

Jadi, jika kalian ingin berkunjung ke Depok, siapkanlah bekal sabar yang banyak agar tak banyak mengumpat.



Selamat datang di Depok!

Senin, 14 September 2015

Para Pejuang Matahari

0 komentar

Senin, 14 September 2015.

Tepat sekali tema ke empat #30HariKotakuBercerita ini jatuh di hari Senin. Tema ke empat ini memang lebih seru bila dibahas di hari Senin. Hari yang bagi sebagian kami tak pernah dinanti. Yang bagi sebagian kami adalah penentu suasana hati untuk 4 hari setelahnya.

Inilah kami, para pejuang matahari.

Senin, matahari dan kami adalah satu kesatuan. Mari simak sebentar cerita kami.

Senin ini kami lagi-lagi menjadi saksi kedatangan si matahari. Dari dalam jendela kereta yang tertutupi punggung-punggung sebagian kami, matahari menyapa kami. Kami bukan sekumpulan pendaki yang secara sengaja berburu matahari. Kami bukan sekumpulan fotografer yang secara sengaja menunggu matahari untuk diabadikan dalam mata kamera. Tapi inilah kami yang terbitnya lebih pagi dari matahari.

Sebagian dari kami adalah penduduk kota administratif di pinggir Ibukota. Ya, sebagian dari kami adalah penduduk kota yang dulunya memiliki nama De Eerste Protestentante Organisatuevan Kristenen atau yang sekarang ini dikenal dengan nama Depok.

Kami memang tak berbeda dengan penduduk Ibukota atau kota-kota lain disekitarnya. Kami adalah penghuni gedung-gedung tinggi pencakar langit di Ibukota. Kami adalah pekerja yang memiliki jam kerja secara tertulis delapan pagi - lima sorewalau kenyataanya lima pagi - delapan malam. Kami yang diwajibkan memiliki tenaga super untuk berdiri di sepanjang perjalanan. Kami yang demi mampu memberikan anak-anak kami pendidikan terbaik, harus rela berangkat sebelum mereka terbangun pun kembali ketika mereka sudah terlelap.

Maka pantaslah kami disebut para pejuang matahari.

Jumat, 11 September 2015

Nyamii~ Bubur Goreng

0 komentar
Kalau bicara tentang kuliner dan Depok itu layaknya bicara tentang saudara kembar, tak terpisahkan. Yang kalau satu di antara dua itu gak ada, gak akan lengkap. Kalau Depok gak berdiri sendiri seperti sekarang, mungkin gak akan ada variasi kuliner yang tak terhitung itu berjejer di sepanjang Jalan Margonda. Pun sebaliknya, kuliner merupakan salah satu daya tarik Jalan Margonda yang menjadikan Jalan Margonda sebagai salah satu destinasi warga Depok bahkan Ibukota di kala akhir pekan.

Jalan Margonda, mungkin cocok disebut sebagai Jalan Serba Ada, khususnya untuk jenis kulinernya. Gak percaya? Dari makanan Padang sampai makanan Italia ada. Dari angkringan sampai cafe ternama pun ada. Lalu apa sih yang gak ada di Jaserba Margonda?

Adalah BUBUR GORENG.



Hah? Bubur digoreng? Emang bisa? Enak? Mungkin itu pertanyaan yang ada dibenak kalian ketika mendengar bubur goreng. So, mari kita bahas.

Pak Oka bukan tukang bubur biasa. Merasa bosan dengan cara makan bubur yang itu-itu saja, ia berinovasi mencoba menggoreng bubur itu layaknya membuat nasi goreng. Dan tadaaaa~~~ terciptalah bubur goreng itu. Ia pun mulai mengenalkan bubur goreng di kedai bubur miliknya. Gue sendiri tau ada bubur goreng sekitar tahun 2012. Lokasinya yang gak jauh dari rumah, mudah gue jumpai. Tadinya pun gue ragu, kok bisa bubur digoreng? Tapi pas coba, duh dijamin ketagihan!

Cara membuatnya juga cukup mudah. Tapi sepertinya gak semua orang bisa mempraktekannya. Gue pernah coba masak bubur goreng sendiri tapi hasilnya zonk. Komposisi utama bubur goreng sendiri yaitu telur, sayuran, ayam dan bubur tentunya yang digoreng secara bersamaan. Yang menarik dari bubur goreng ini juga, keramahan dari si penjual yaitu Pak Oka yang melayani kalian secara langsung dan selalu tersenyum.

Kalau kalian suka bubur dan merasa bosan dengan bubur yang itu-itu aja, kalian bisa mampir ke Kedai Bubur Padawa milik Pak Oka ini. Letaknya di Jalan Raya Meruyung persis di depan Indomart pertigaan Jalan Parung Bingung menuju arah Masjid Kubah Emas. Kalian bisa naik angkutan umum 03 dari Terminal Depok dan berhenti di pertigaan Jalan Parung Bingung lalu cukup jalan saja menuju arah Masjid Kubah Emas, dan kalian akan menjumpai kedai berwarna hijau kuning bertuliskan Bubur Padawa.

Oh iya, jangan salah. Bubur Padawa ini juga ada di Cinere, tapi yang ada Bubur Goreng nya hanya ada di Jalan Meruyung. Selamat mencoba. 

Selasa, 08 September 2015

Pasar Palsigunung; Tak Sekedar Pasar

1 komentar
Di tema ketiga #30HariKotakuBercerita yaitu Pasar. Gue akan membahas Pasar Palsigunung Depok. Kenapa? Karna buat gue Pasar Palsigunung atau yang lebih eksis disebut Pasar Pal ini punya banyak kenangan.

Pasar Pal yang terletak di kecamatan Cimanggis ini merupakan salah satu pasar tradisional di Depok. Letaknya menurut gue strategis, berada di antara Jalan Raya Bogor. Gue sebenarnya kurang paham bagaimana sejarah Pasar Pal ini. Tapi, yang jelas Pasar Pal udah ada dari gue masih duduk di bangku sekolah dasar.



Karena letaknya yang gak jauh dari SD gue, jadilah Pasar Pal ini salah satu tempat favorite yang gue dan nyokap kunjungi sepulang gue sekolah. Iya emang, dulu sebelum Mall berjamur di Depok, gue sering banget mampir ke pasar tradisional. Sekarang? Gue bahkan lupa kapan terakhir kali ke pasar tradisional.

Pasar Pal ini lengkap banget. Kalian mau cari apa? Pakaian? Ada. Sayuran? Ada. Daging? Ada. Buah? Banyak. Alat-alat rumah tangga? Ada juga. Toko perhiasan? Banyak. Toko alat tulis? Ada. Mini market? Ada juga. Makanan? Duh, jangan ditanya. Di Pasar Pal ini banyak banget tempat jajan favorite gue, dari SD sampai sekarang. Dari Bakso Sabar yang lokasinya dipinggir kali eh sungai, jadi kalau kalian nengok bisa bikin gemeteran (gue sih gitu), kue pukis dan kue mahkota di depan Toko Serbaguna Susan yang rasanya gak berubah dari gue masih SD sampe terakhir gue beli (hm, sekitar 3 tahun lalu sih kayaknya) sampe keripik singkong yang rasa asinnya pas, semuanya ada di Pasar Pal.

Selain karena makanannya, gue sewaktu SD suka banget ke Pasar Pal karena dari sana gue bisa naik delman. Sebelum Depok dipenuhi motor dan mobil seperti sekarang, delman adalah salah satu kendaraan bagi kita dari Pasar Pal. Naik delman dari Pasar Pal ke rumah yang terletak di Komplek Timah bisa sekitar 15-20 menit. Dan itu pengalaman yang sampai sekarang gak bisa gue lupain. Sayangnya, delman-delman itu harus tergusur oleh kendaraan-kendaraan yang ganas.

Pasar Pal sendiri pernah ingin digusur. Tapi kemudian batal dan masih ada sampai sekarang. Pedagang di sana juga semakin banyak. Dibanding dulu, Pasar Pal sekarang juga lebih tersusun rapih sesuai jenis barang yang dijual. Hanya saja, untuk menuju ke sana sekarang lebih ruwet karena semakin banyaknya kendaraan. Melihat perbedaan Pasar Pal sekarang dan 17 tahun yang lalu itu seakan mengingatkan gue, kalau ternyata gue udah tua! Hahahahaha XD

Walau udah jarang banget ke sana, semoga Pasar Pal akan terus menjadi lebih baik. Semoga para pedagang di sana juga bisa tetap bertahan dan tak tergusur oleh pasar-pasar modern yang kita sebut Mall itu. Juga mereka mendapatkan rezeki yang semakin berlimpah.

Sabtu, 05 September 2015

Kami Punya Lembah Gurame

0 komentar
Di tema kedua #30HariKotakuBercerita, gue sebagai wakil dari Depok (duh, berasa pemilihan Putri Indonesia) akan menceritakan Ruang Publik di Depok. Sebelumnya, kalau kalian ditanya ruang publik di Depok dimana? Kalian bakal jawab apa? Hutan UI? Danau UI?

Depok memang gak punya alun-alun kota seperti kota-kota lainnya. Di jalan utama Depok, Margonda, hanya ada mall, ruko dan apartment yang sekarang ini mulai menjamur. Tapi, jika kalian mau jalan sedikit lebih jauh ke arah Depok 1 (kalian bisa naik angkutan umum D 01 dari Terminal Depok). Kalian akan menemukan taman serbaguna yang cukup besar dan teduh bernama Lembah Gurame.

Lembah Gurame.
pic via google

Lembah Gurame merupakan hutan taman kota yang dibuat oleh Pemerintah Kota Depok. Mengapa dinamakan Lembah Gurame? Karena letak taman ini berada di Jalan Raya Gurame, Kelurahan Depok Jaya, Kota Depok. Di Lembah Gurame terdapat kolam yang diisi dengan berbagai macam ikan dan dikelilingi oleh pohon-pohon yang membuat sekeliling taman menjadi teduh.

Lembah Gurame dari atas.
pic via google.

Lembah Gurame ini biasanya dipenuhi oleh warga sekitar pada hari minggu untuk berolahraga dengan keluarga. Itu pun yang gue lakukan ketika tinggal di sekitar Lembah Gurame. Kalau minggu tiba, sebelum jam 6 pagi, biasanya gue dan nyokap udah bersiap menuju ke Lembah Gurame untuk ikut olahraga bersama warga lainnya. Kesukaan kami adalah senam pagi yang berlangsung selama satu jam. Bersama warga lainnya mulai ada dari anak-anak sampai kakek-nenek.

Tapi jika kalian gak suka senam, kalian bisa lari mengitari Lembah Gurame. Dijamin, dua kali putaran aja kalian udah kehilangan tenaga (kalau gue sih gitu hehehe). Kalau kalian gak suka lari, kalian bisa bermain basket. Karena di Lembah Gurame pun disediakan lapangan Basket. Kalau kalian gak suka main basket, kalian bisa bersepeda mengitari Lembah Gurame. Atau jika kalian memang gak suka olahraga, kalian bisa kok sekedar duduk-duduk di saung-saung yang disediakan. Karena selain fasilitas olahraga, di sana juga terdapat saung-saung tempat beristirahat, ayunan untuk bermain anak, juga track refleksi.

Tempat bermain anak di Lembah Gurame.
pic via google

Selain untuk tempat berolahraga, Lembah Gurame juga dapat digunakan sebagai tempat disuguhkannya beragam tampilan kreatif. Pada Bulan Ramadhan tahun 2014, diadakan program bertajuk Festival Ramadhan Seru Bersama Komunitas Depok (FREAK Depok) di Lembah Gurame yang diwujudkan dari hasil kerja sama dengan beberapa komunitas. Dan bahkan, Lembah Gurame juga sering digunakan sebagai ajang edukasi kepada anak-anak sekolah. 

Siswa sekolah dasar di Lembah Gurame.
pic via google.

Seru, kan?

Jadi, gimana? Depok gak semenyedihkan yang kalian kira, kan? Ya, setidaknya Depok gak melulu tentang Mall. Walau memang belum banyak, sekarang Depok punya ruang publik untuk warganya berkumpul. Kalian gak berminat mengunjungi Lembah Gurame?

Kamis, 03 September 2015

Kenapa Cinderlila?

0 komentar

Jadi gini, per tanggal 3 September 2015 pukul 11:07 WIB, alamat blog yang tadinya http://dnqifthi.blogspot.com berubah jadi http://cinderlila.blogspot.com. Dan ini postingan pertama setelah alamat blog berubah. Postingan ini bakal sedikit jelasin kenapa milih nama "Cinderlila" buat alamat blog gue.

Mungkin, setelah nama blog ini berubah jadi Cinderlila, bakal ada (walau gue berdoa gak ada) yang mengerutkan kening sambil bertanya, "Apaan sih nama blognya, sok eksis banget," atau "Yaelah lebay banget, berasa cantik pake nama cinderlila."

Ya, walaupun gue cuma cewek berparas seadanya. Yang gak pantes disejajarkan sama dengan nama-nama princess macam Cinderella. Eh tapi kan gue gak pake nama Cinderella. Gue pake nama Cinderlila.

Lalu kenapa Cinderlila?

Biar eksis?
Ada benarnya juga. Alamat blog gue sebelumnya--dnqifthi--terdiri dari 6 huruf konsonan dari 8 huruf yang ada. Ribet. Gue juga kadang mesti spelling berkali-kali biar orang gak salah alamat. Dan kayaknya buat sebuah nama blog, nama blog gue dulu kurang menjual. Ya walaupun emang gue gak ngejual apa-apa sih. Juga, setiap orang yang join ke media sosial, apapun itu, pasti intinya juga biar eksis. Jadi ya, gak ada salahnya blog ini ganti nama.

Sebenernya, di tahun 2013 gue pernah bikin tulisan berjudul "Cinderella Cinderlila". Dalam rangka proyek #30HariMenulisSuratCinta. Bukan #30HariMencariCinta lho ya. Jadi, sebenernya nama cinderlila udah lama ada di benak gue. Cuma gak pernah kepikiran buat jadiin nama blog. Baru sekarang ini, pas CNBlue ngerilis teaser untuk album terbarunya, dengan nama Cinderella, gue jadi kepengen ganti nama blog.

Terus, emang ada yang sama dari Cinderella dan Cinderlila?

Hm, kalau untuk urusan tampang sih jelas beda. Apalah artinya aku sama princess kesayangannya Pangeran ini. Princess yang bisa bikin Pangeran jatuh cinta pada pandangan pertama, yang bisa bikin Pangeran turun tangan langsung mencari keberadaannya dengan hanya bermodal sepatu. Princess yang bisa bikin Ibu dan saudara tirinya iri akan kecantikannya.

Tapi, kalau urusan menanti kedatangan Pangeran, kita jelas sama! Layaknya Cinderella yang hanya bisa menanti Pangerannya datang, gue pun sama. Kita pun sama-sama dibantu Ibu Peri. Bedanya, Ibu Peri Cinderella membantu dengan sihirnya, Ibu Peri Cinderlila membantu dengan doanya. Yang selalu jadi pintu dari setiap hal baik yang gue rasakan.

Dan akhirnya, kalau Cinderlila udah hidup bahagia dengan Pangerannya. Cinderlila masih harus sabar nunggu Pangerannya datang, pada waktu yang tepat. Tenang aja, Pangeran. Gak usah buru-buru. Cinderlila yang ini, gak akan berubah walau udah jam 12 malam kok. :)

Rabu, 02 September 2015

Belimbing; Ikon Yang Terlupakan

0 komentar
Sebelumnya, maafkan diriku yang di hari pertama nulis #30HariKotakuBercerita udah bikin tulisan semacam ini. Tapi, ya beginilah adanya.

Ehem ehem....
Baiklah, cerita dimulai.

Ikon resmi Kota Depok memang bukan bangunan seperti kebanyakan ikon kota lainnya. Walau kini, jika mendengar kata Depok mungkin banyak dari kita yang akan langsung teringat oleh Masjid Dian Al Mahri atau yang lebih dikenal dengan nama Masjid Kubah Emas. Namun kali ini, melalui #30HariKotakuBercerita ini gue ingin menceritakan tentang Belimbing Dewa.

Belimbing Dewa, ikon resmi Kota Depok yang sudah ditetapkan sejak tahun 2007 oleh Bapak Walikota Depok, Nur Mahmudi Ismail itu memang sangat tenar. Bahkan menurut yang gue baca, ketenaran buah berbentuk seperti bintang berwarna kuning itu sudah sampai ke Istana Negara. Mantan Presiden RI, Pak SBY juga sering sekali menyajikan buah yang memiliki vitamin C dan A yang cukup tinggi itu ke tamu negara sebagai hidangan pencuci mulut. Belimbing Dewa dari Depok pun pernah menjadi juara dunia dalam kontes Internasional di Singapura sebagai buah eksotik, terbesar dan terberat di dunia pada tahun 2008. Belimbing Dewa dari Depok berhasil mengalahkan belimbing yang berasal dari Australia, Belanda dan Malaysia. Hebat, kan?

Tidak hanya itu. Bahkan menurut Ketua Asosiasi Belimbing Depok, Bapak Nanang Yusup, banyak warga asing mulai dari Malaysia, Singapura, Jepang, Thailand dan beberapa warga di timur tengah meminta untuk diajarkan berbudidaya belimbing. Karena mereka menilai, belimbing dewa memiliki kualitas yang baik. Belimbing dewa juga memiliki keunikan, yaitu bentuknya yang meliuk tidak lurus seperti belimbing lainnya.

Pertumbuhan perkebunan belimbing di Kota Depok pun pernah begitu pesat. Terdapat lebih dari 27.000 pohon belimbing di Kota Depok yang mampu menghasilkan 3.000 ton per tahun. Pertumbuhan belimbing di Kota Depok pun banyak dikembangkan disepanjang kelurahan Tugu, Pondok Cina, Sawangan, Pancoran Mas, dan Kelapa Dua. Bahkan di kelurahan Pasir Putih, terdapat Agrowisata Belimbing dan Pusat Koperasi Pengembangan dan Pengolahan Belimbing Dewa yang didirikan oleh Pemkot Depok guna mengembangkan Belimbing Dewa juga sebagai tempat wisata di Depok. Menarik, bukan?

Tapi sayangnya, sekarang semua tidak lagi semenarik itu. 

Menurut berita yang gue baca, perlahan keberadaan belimbing semakin menyusut. Yang menyedihkan, lebih dari 36 hektar lahan belimbing beralih fungsi menjadi pemukiman, sejak 5 tahun terakhir. 

Dan begitulah kenyataan yang gue dapatkan. Setelah dipercaya menjadi Host Depok untuk Kumpul Kota, gue mencari ide untuk lokasi kegiatan tersebut. Tercetuslah ide untuk mengadakan agrowisata belimbing. Gue dengan semangat yang begitu tinggi, mendatangi lokasi agrowisata belimbing di keluarahan Pasir Putih tersebut. Berharap menemukan perkebunan belimbing yang luas dan rindang. Dan semangat gue semakin menjadi ketika menemukan tugu bertuliskan "Selamat Datang Primatani Kota Depok Agrowisata Belimbing."


Namun sayang, harapan dan semangat yang gue yang begitu tinggi mesti hancur berkeping-keping. Menerima kenyataan bahwa lahan yang dulu merupakan perkebunan belimbing sudah beralih menjadi pemukiman penduduk. Pusat Koperasi Pengembangan dan Pengolahan Belimbing Dewa pun sudah kosong, hanya bersisa plang tua yang sudah berkarat.

Sedih? Banget!

Gue, sebenarnya salah satu warga Depok yang mungkin hanya cuma 'numpang' hidup di Depok sejak lahir. Gue, sebelumnya gak pernah sepeduli ini, bahkan sebenarnya gue baru tau kalau ada pusat pengembangan belimbing itu di Depok. Buat gue, asalkan gue masih bisa hidup dengan damai di Depok, gak masalah buat gue mau Depok berubah sedrastis apapun, mau ikonnya apa juga terserah deh. Tapi kali ini beda. Seketika gue sedih menerima kenyataan itu. Kenyataan bahwa belimbing, yang digaungkan menjadi ikon Kota Depok terlupakan. Bahkan kehadirannya seakan tak diperdulikan dan mampu begitu saja digantikan.

Karena rasa penasaran, masa iya di Kota Belimbing tapi gak punya kebun belimbing luas yang bisa dijadikan tempat wisata seperti di Malang yang banyak memiliki kebun apel, gue pun mencari informasi lebih jauh dan menemukan Koperasi Belimbing di Pancoran Mas, Depok. Dan di sana gue memang gak berhasil menemui dan bertanya langsung tentang belimbing ke Bapak Nanang Yusup sebagai Ketua Asosiasi Belimbing Depok. Tapi di sana gue disambut dengan hangat oleh pengurus koperasi tersebut. 

Mereka bercerita, bahwa rasa sedih yang gue rasakan ketika menemui kawasan agrowisata belimbing berubah menjadi perumahan pernah mereka rasakan. Dan bahkan sampai saat ini, rasa sedih itu masih mereka rasakan. Di sana pun gak gue temui kebun belimbing yang luas seperti kebun-kebun teh di Puncak. Kebun belimbing yang mereka punya, ada di tengah-tengah pemukiman penduduk, yang tanahnya pun tanah milik keluarga. "Sekarang kita paling cuma bermitra sama petani petani kecil lainnya mba. Itu pun kebun milik pribadi mereka. Kalau gak gitu, gak bisa memenuhi permintaan pasar," Jelasnya. "Yang kami butuh sebenernya cuma dibantu pembebasan lahan sama pemerintah mba. Kami siap kok ngolahnya," Jelasnya lagi. Dengan memberanikan diri gue bertanya, apakah selama ini Pemkot Depok memberikan bantuan, lalu mereka hanya tersenyum,,.. tipis.

Melalui tulisan ini, gue menggantungkan harap dan juga doa. Agar Depok dapat menjadi kota yang selalu peduli akan ikonnya, akan warganya, akan kelestarian lingkungannya. Juga semoga, Pemkot Depok dan masyarakatnya (gue pun) mampu bekerja sama menjadikan Depok kota yang layak huni. Menjadikan Depok kota yang tak kehilangan jati diri. Menjadikan Depok kota yang dapat kita banggakan sepenuh hati. Karena bagi kami, Depok adalah rumah, tempat kami pulang sejauh apapun kami pergi.
 

cinderlila's diary Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template