Seperti sabtu-sabtu sebelumnya, aku sudah berada di kelas pada pukul tujuh. Namun hari ini bukan karena aku tidak ingin terlambat masuk ke kelas, sesungguhnya kelasku libur pagi ini. Tapi ada satu hal yang membuatku rela bangun pagi, menempuh puluhan kilo untuk menuju kampus di akhir pekan; Sinta.
Iya, entah kenapa ia membuatku menantikan datangnya sabtu. Aku sudah bertekad untuk meminta kontaknya hari ini. Kalian tau? Sinta adalah orang pertama yang membuatku jatuh hati di usiaku yang sudah duapuluh ini.
Tak lama, ku dengar suara kaki di lorong lantai empat ini. Itu seharusnya Sinta, dugaku. Siapa lagi yang serajin kami sudah tiba di kampus sepagi ini di akhir pekan? Dan dugaanku benar, langkah kaki itu Sinta.
"Hai!" Sapanya pelan sambil mengintip ke dalam kelas.
"Tumben banget lo." Yang berusaha untuk tidak terlihat canggung.
"Nanti kalau gue ngagetin, lo ngomong lagi ngagetin terus aja Sin, gitu." Balasnya seraya masuk ke dalam kelasku dan duduk di dua kursi sebelahku.
"Mana Death Note gue?"
"Orang tuh nanyanya, gimana udah selesai bacanya? Bisa gak bacanya? Ngerti kan ceritanya? Gitu lho. Galak banget lo ya." Jawabnya sambil membuka tasnya dan mengembalikan Death Noteku.
"Gimana udah selesai bacanya? Bisa gak bacanya? Ngerti kan ceritanya?" Tanyaku menyalin perkataannya yang ia balas dengan tatapan sinis yang sesungguhnya menggemaskan.
"Gak bisa gue bacanya hahahahaha pusing ah, Dim."
"Apanya sih Sin yang dipusingin? Kan cuma dibaca aja ngikutin alur percakapannya aja." Tanyaku yang beneran bingung.
"Iya tapi pusing. Dim, udah sarapan? Tadi gue beli roti sobek sama kopi nih. Lo kan suka kopi." Jawabnya sambil menawariku roti sobek dan kopi yang ia beli.
Aku bingung darimana ia tau aku suka kopi? "Tau dari mana gue suka kopi?"
"Nebak aja. Masa cowok gak suka kopi sih."
"Thanks ya. Lo kelas sampai jam berapa hari ini?" Tanyaku seraya menerima roti dan kopi yang Sinta belikan.
"Di lantai empat sih sampai jam 11. Habis itu pindah ke lantai satu sampai jam 2. Lo sampai jam berapa?"
"Kelas pagi gue libur. Nanti ada lagi jam 1 sampai jam 4 di lantai dua."
"Heh? Terus lo ngapain berangkat pagi? Terus nunggu di sini?" Tanyanya sambil membelalakan matanya.
"Makan roti sama minum kopi dari lo......" Belum selesai aku berbicara, Sinta sudah tersedak roti yang ia makan.
"Pelan-pelan, Sin. Minum minum." Ucapku yang bingung kenapa ia bisa tiba-tiba tersedak.
Setelahnya Sinta lebih memilih memakan rotinya dengan diam. Aku pun bingung harus mencari bahasan obrolan apa lagi. Aku sungguh bukan tipe orang yang mudah mengobrol santai dengan orang yang baru kukenal. Aku memilih membuka media sosialku sambil berharap Sinta membuka obrolan.
"Dim, bolos aja yuk." Ucap Sinta tiba-tiba yang membuatku kaget. Sepertinya memang hobi Sinta adalah membuat orang-orang di sekitarnya kaget.
"Bolos semua kelas hari ini? Ngapain?" Tanyaku bingung tapi sebenarnya bolos dan menghabiskan akhir pekan bersamanya menarik juga, untungnya absenku pada kelas selanjutnya masih tersisa dua, jadi seharusnya tidak masalah.
"Ke Bogor, makan terus nonton? Sebentar deh gue cari lagi ada film apa." Ucapnya segera membuka handphonenya.
"Nah ada nih, My First Love. Comedy gitu." Sinta menunjukan kepadaku hasil pencariannya.
"Berdua doang?" Tanyaku ragu-ragu.
"Ya mau ngajak temen lo sekelas kan mereka baru dateng nanti jam 1, gak kayak lo yang rajin gini."
"Lo gak apa-apa bolos?"
"Tenang, gue belum pernah absen di dua kelas ini. Yuk. Mau gak? Naik kereta aja."
Kalian tau kan kalau niatku hari ini memang untuk meminta kontaknya, namun ajakannya untuk bolos dan pergi bersamanya adalah sesuatu hal yang membuatku kaget. Sepertinya benar, hobi Sinta adalah membuatku kaget.
"Yaudah boleh." Aku menerima ajakannya.
Tunggu sebentar.... pergi makan dan nonton hanya berdua dengannya? Bukankah ini seperti dating?
Ditulis untuk #30DaysWritingChallenge hari kedelapanbelas dengan tema My First Love.
0 komentar:
Posting Komentar