Jumat, 23 Agustus 2013

Lihat dan Rasakan

Sore ini cuaca sangat bagus, langit masih saja cerah namun tidak lagi terik. Jam tanganku menunjukkan pukul tiga sore dan karena di kantor sudah tidak ada lagi yang bisa aku kerjakan, aku memutuskan untuk pulang. Beruntungnya, jam kerjaku tidak dibatasi, aku bisa datang dan pergi semauku. Seperti sekarang ini.
Daripada pulang ke rumah, yang sepi karena aku tinggal seorang diri di apartemen, aku lebih memilih untuk mampir terlebih dulu ke salah satu mall di jakarta. Jalanan sore ini belum macet, mungkin karna jam pulang kerja masih dua jam lagi. Aku membuka kaca jendala mobil, dengan kecepatan lumayan tinggi, hembusan angin menyibakkan rambut panjangku.
Seaampainya di mall, aku memilih untuk langsung ke salah satu cafe, sejujurnya aku tidak suka berjalan-jalan di mall untuk sekedar cuci mata. Aku duduk di bagian luar salah satu cafe di lantai dua. Cuaca hari ini terlalu indah untuk tidak dinikmati. Aku memesan segelas coffee dan sepotong cake, sambil asik memainkan tablet dan ditemani alunan musik dari cafe, sore ku ini indah sekali. Sampai akhirnya.......
Aku melihat seorang ibu, yang usianya mungkin sudah sekitar 50 tahun menggendong anaknya dan beberapa kantong kerupuk, sedang menyusuri pinggiran jalan. Yang membuatku tercengang adalah ibu ini buta. Ia berjalan menggunakan tongkatnya, anaknya, yang mungkin berusia enam tahun, menangis. Ibu itu menepi dan berhenti, aku dengan jelas melihat bagaimana sulitnya ia meraba pinggiran jalan untuk mencari tempat untuk duduk, sedang aku duduk nyaman di cafe ini.
Anaknya masih menangis, dan ibunya sibuk meraba ke dalam tas plastik hitam kecil yang ia bawa, kemudian ia mengeluarkan segelas air mineral dan satu bungkus roti, memberikannya pada anaknya. Habis, tidak ada yang tersisa untuk ibu itu. Sedang aku kerap kali tidak menghabiskan makananku.
Mungkin karena terlalu letih, ibu itu tidak langsung meneruskan perjalanan setelah anaknya berhenti menangis. Ia duduk dan meluruskan kaki. Sendal yang ia gunakan sudah sangat jelek. Entah bagaimana rasanya berjalan kaki dengan sendal seperti itu.
Ibu itu terlihat sibuk menghitung uangnya, entah bagaimana caranya ia bisa membedakkan uang-uang tersebut. Seusainya ia bangkit kembali, dan berlalu meneruskan perjalanan. Seakan ia tidak ingin membuang waktunya. Sedang aku di sini, sedang membuang waktuku.
Mataku masih tertuju di tempat ibu itu tadi, seketika hatiku berkecambuk. Beberapa waktu yang lalu aku masih merasa aku bahagia, namun sekarang hatiku bertanya, sudahkah aku benar-benar bahagia? Hidupku selalu berjalan mudah, sesuai dengan apa yang aku mau. Aku tidak perlu bersusah-susah berusaha, Tuhan sangat baik memberi apa yang aku ingini. Sedang ibu itu, ia berusaha sekuat tenaganya, namun tidak seberapa yang ia dapat, aku yakim bukan hal seperti itu yang selalu ia panjatkan dalam sujud dan doanya. Apa? Sujud? Doa? Entah sudah berapa lama aku tidak lagi melakukannya. Setika itu pula aku bangkit dari tempatku, sebelum airmata jatuh lebih deras.
Sesampainya di apartemen, aku menangis sejadi-jadinya. Mengingat bagaimana lancangnya aku kepada Tuhan. DIA berikan semua yang aku ingini, namun apa yang aku beri? Nihil. Jangan untuk sesama, untuk sekedar berterima kasih pada-NYA saja aku tidak lakukan. Rasanya tubuhku seketika lemas, rasanya hatiku seketika remuk, membayangkan apa yang harus aku ucapkan pada Tuhan nanti. Sudah berapa banyak orang, seperti ibu tadi, yang sudah aku bantu? Sudah berapa banyak syukur yang aku panjatkan? Dengan tertatih, aku berusaha bangkit, mengambil wudhu, lalu bersujud dalam-dalam.

0 komentar:

Posting Komentar

 

cinderlila's diary Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template