Berat ya
jadi anak pertama...
Kalimat tadi
baru saja saya ucapkan untuk seorang teman yang sedang berbagi cerita mengenai
tanggung jawab sebagai seorang gadis sulung. Ya, semua sulung pasti juga tau
bagaimana rasanya mengemban julukan ini. Dilahirkan menjadi seorang sulung juga
berarti dilahirkan sebagai calon penanggung jawab sebuah keluarga.
Menjadi sulung,
sungguhlah bukan perkara mudah. Apalagi jika Ia jugalah seorang wanita. Mungkin
itu yang saya sendiri rasakan. Menjadi sulung untuk sebuah keluarga. Ya,
walaupun keluarga saya hanya terdiri dari ayah, ibu dan seorang adik. Juga walalupun
kedua orang tua saya tak pernah melimpahkan tanggung jawabnya kepada saya. Namun,
tetaplah, keluh-kesah tak pernah lepas.
Engga
boleh egois mikirin diri sendiri...
Begitulah
teman saya bilang. Dan saya sangat setuju. Kami—sebagai seorang sulung—memang ditakdirkan
untuk terkadang menyampingkan keinginan diri sendiri. Terkadang kami juga harus
siap menunda bahkan membenam mimpi kami sendiri agar mampu melihat mimpi
adik-adik kami mencapai semua mimpi-mimpinya.
Dilahirkan
menjadi sulung seperti dilahirkan menjadi seoarang diploma. Ya, kami diharuskan
mampu memiliki kemampuan diplomasi untuk menjadi penengah yang baik. Menjadi
sulung juga diwajibkan menjadi seorang pendengar yang baik. Kami diwajibkan
untuk tidak memihak. Tidak membela siapapun. Dan tidak menggurui siapapun. Inilah
hal terberat bagi saya menjadi seorang sulung.
Tapi,
Bersyukurlah
menjadi sulung. Karena itu menandakan Tuhan percaya kami—para sulung—mampu
dengan segala tanggung jawab yang ada. Dan saya sangat bersyukur, karena Tuhan
menyediakan kado terindah untuk seorang sulung setelah semua tanggung jawabnya,
yaitu senyum bahagia keluarganya.
0 komentar:
Posting Komentar